Jumat, 03 April 2009

konflik

1.contoh konflik

Konflik Madura - Sampit
Kerusuhan etnis di Kalimantan Tengah berakar pada pelanggaran yang telah berlangsung selama beberapa dekade atas pelanggaran hak-hak masyarakat adat serta pengrusakan besar-besaran atas sumber alam di propinsi tersebut.

Ketegangan terus terasa di Kalimantan Tengah menyusul kerusuhan antar etnis yang diperkirakan menewaskan 500 orang dan menyebabkan 80.000 orang terpaksa meninggalkan rumah. Ini merupakan penderitaan terbaru selama sejarah panjang kerusuhan di Kalimantan Tengah dan Barat. Kerusuhan ini marak pada tanggal 17 Februari di Sampit, ibukota Kabupaten Kotawaringin Timur, ketika – dengan alasan masih belum bisa dipastikan - sebuah rumah milik penduduk asli Dayak dibakar habis. Menurut laporan orang-orang setempat, ada komplotan orang Madura yang baru saja tiba berkeliling Sampit sambil memekik ‘Matilah Orang Dayak.’ Ratusan orang Dayak mengungsi keluar dari kota atau berlindung di gereja-gereja. Setelah berita itu menyebar orang Dayak dalam jumlah besar kemudian kembali ke Sampit untuk membalas dendam. Enam orang tewas. Kerusuhan menyebar dengan cepat ke kota maupun kampung sekitar dan mencapai ibukota propinsi Palangkaraya, 220 kilimeter ke sebelah Timur. Dalam sebuah insiden terburuk saat kerusuhan, 118 orang Madura yang sedang dalam perjalanan ke Sampit dibunuh oleh orang Dayak di kampung Parenggean pada tanggal 25 Februari, setelah polisi pengawal mereka melarikan diri.

Pada tanggal 2 Maret, kekerasan cukup mereda dan memungkinkan kunjungan Wakil Presiden Megawati selama 30 menit ke kem pengungsi di Sampit yang kemudiaan diikuti dengan kunjungan singkat Presiden Wahid pada tanggal 8 maret ke Sampit dan Palangkaraya. Bagaimanapun ketenangan yang relatif itu hanya bisa tercapai karena sebagian besar pendatang orang Madura sudah bersembunyi di kem-kem, mengungsi ke Banjarmasin, ibukota propinsi tetangga, Kalimantan Selatan, atau sudah dievakuasi ke Jawa. Kekerasan lebih lanjut terjadi setelah kunjungan Wahid dimana enam orang pengunjuk rasa Dayak ditembak mati polisi.

Pada tanggal 22 Maret terjadi lagi kerusuhan di dan di sekitar ibukota Kabupaten Kuala Kapuas. Sebanyak 17 orang lagi dilaporkan tewas dan banyak rumah serta harta benda yang dibakar. Banyak orang Madura meminta perlindungan polisi. Polisi mendapat perintah tembak ditempat terhadap para perusuh.

Bulan April kerusuhan baru berupa pembakaran rumah dilaporkan di Pangkalan Bun, ibukota Kabupaten Kotawaringin Barat. Menurut polisi setempat, kerusuhan diawali oleh sekitar 400 orang yang tiba dengan menggunakan truk dari arah Sampit yang berhasil menerobos para polisi yang mencegah mereka untuk memasuki kota. Mereka mulai membakari rumah-rumah orang Madura, sekaligus menciptakan arus pengungsi lebih lanjut. Kembali ke Sampit, orang Dayak bentrok dengan polisi pada tanggal 10 April ketika para pengunjuk rasa yang marah memprotes penahanan dan penembakan orang Dayak. Para pengunjuk rasa menuntut agar semua polisi mundur dari kota. Tembakan dilepaskan dan seorang awam tewas.

Kelompok hak asasi manusia mengkritik kelambatan dan ketidak-efektifan tanggapan polisi dalam mengatasi kerusuhan dan menentang anjuran, yang didukung oleh beberapa pejabat di Kalimantan, dilakukannya evakuasi massa orang Madura. Sebagian pengungsi menolak meninggalkan Kalimantan dengan mengatakan mereka tidak punya saudara di Madura dan Jawa Timur. Dalam sebuah pernyataan bersama yang dikeluarkan tanggal 1 Maret, sembilan LSM nasional mengkritik perhatian pemerintah dalam bentuk menyediakan kapal untuk mengevakuasi pengungsi dan memperingatkan bahwa hal itu akan "menyebar-luaskan benih-benih kerusuhan di seluruh nusantara."

Sejumlah usaha secara formal sudah ditempuh untuk membawa pihak-pihak yang bertikai ke meja perundingan dan mengurangi ketegangan. Hal ini mencakup pertemuan di Jakarta antara pemimpin Dayak dan Madura pada tanggal 22 Maret, yang mencapai kesepakatan bahwa saat itu masih terlalu cepat untuk memikirkan kemungkinan pengembalian orang Madura ke rumah-rumah mereka di Kalimantan. Pada akhir Maret, orang Dayak, Lodewijk Penyang, ditunjuk menjadi Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah. Ia mengumumkan pembayaran denda adat dan upacara tiga hari untuk penembakan polisi terhadap orang Dayak yang menewaskan empat orang.

LSM dan kelompok mahasiswa juga mengadakan pertemuan dan mengeluarkan pernyataan yang mendesak diakhirinya kekerasan dan menyerukan penyelesaian konflik melalui dialog. Rencana lebih lanjut mencakup Kongres Kalimantan dan Kongres Dayak. Di wilayah tetangga Kalimantan Timur dan Barat ada inisiatif untuk mencoba mencegah maraknya kerusuhan etnis di sana.

2.latar belakang

"Pembantaian yang terjadi tidak bisa disederhanakan sebagai konflik antara orang Dayak dengan Madura, apalagi sebagai konflik agama. Tapi akar dari masalah ini sudah lama tercipta ketika pemerintahan Orde Baru, yang didukung oleh lembaga-lembaga hutang internasional, secara bersama-bersama menanam modal di proyek-proyek besar, yang juga menanam akar dari konflik yang terjadi sekarang ini dan juga menggambarkan situasi kemanusiaan di Indonesia secara umum”
(Pernyataan NGO, Jakarta 1 Maret 2001)
Tidak diragukan bahwa akan terjadi lebih banyak konflik jika sebab-sebab di balik ketegangan di Kalimantan ini tidak diatasi. Walau stereotype budaya, atau ‘’bentrokan budaya’’ antara orang Madura dan bukan Madura sudah digunakan untuk menjelaskan kekerasan, adalah penting untuk melihat pada sebab-sebab yang lebih mendasar.

Konfrontasi yang mengandung kekerasan antara orang Dayak dengan pemukim Madura terjadi di bawah pemerintahan jaman Presiden Sukarno, di jaman Suharto, dan juga di bawah pemerintahan Wahid. Di Kalimantan Tengah, tahun lalu, empat orang tewas dalam insiden di Kumai pada Bulan Agustus serta di Ampalit pada Bulan Desember, dan banyak harta benda termasuk rumah yang juga dibakar. Bentrokan bisa ditarik sampai pada tahun 1950-an di wilayah tetangga Kalimantan Barat. Di sini pada tahun 1996 dan awal 1997 kekerasan antara kedua kelompok menyebabkan sedikitnya 600 orang tewas (DTE 32). Sebanyak 260 orang lagi tewas pada awal 1999 (DTE 41:4). Empat tahun setelah kerusuhan tersebut, diperkirakan 40.000 pengungsi Madura hidup dalam kondisi yang menyedihkan di penampungan-penampungan sementara di ibukota propinsi Kalimantan Barat, Pontianak.

Penyebab utama dari konflik antara masyarakat adat dengan pemukim Madura – dan konflik-konflik lain di Indonesia - adalah ‘pembangunan’ yang dipromosikan rejim Suharto selama tiga puluh tahun lebih. Sumber-sumber daya alam, termasuk hutan dan tambang Kalimantan diberikan kepada elite bisnis yang berkuasa sebagai konsesi. Pemilik adat - masyarakat adat Dayak - secara sistematis ditolak hak-haknya atas tanah dan sumber daya alam. Mereka tidak punya jalan untuk menempuh langkah hukum dalam mempertahankan hak-hak mereka karena, berdasarkan undang-undang Indonesia, hutan merupakan milik negara.

3.Pencegahan konflik

Mencegah konflik juga merupakan cara pendekatan. Pencegahan berarti menaksir kemungkinan adanya penyebab konflik, dan mengambil tindakan segera untuk mengubahnya menjadi daya positif demi pengertian dan kerjasama yang lebih baik. Dua strategi utama mencegah konflik diperikan berikut ini :

• Siapapun yang bersangkutan dalam suatu tugas bersama harus ikut serta berusaha mengurangi biang konflik. Bilamana timbul persoalan, semua orang harus ikut serta menemukan penyelesaian alternatif. Partisipasi seperti itu, dan rasa tanggung jawab bersama untuk mendapatkan penyelesaian membantu mencegah konflik. Penyelesaian yang dicapai melalui pengambilan putusan partisipatif mungkin lebih pragmatis dan mudah diterima daripada putusan yang datangnya dari atas. Kelompok-kelompok yang mewakili berbagai tingkat orang dapat dibentuk untuk menangkal keluhan, norma-norma kerja dan penyimpangan daripadanya, prosedur-prosedur penilaian individu, kriteria prestasi dan sebagainya, sebelum persoalan-persoalannya timbul, atau mencegah konflik yang tidak sehat.

• Tekanan pada kerjasama dan pembinaan kelompok juga membantu mengubah kemungkinan biang konflik menjadi positif untuk kerjasama. Tekanan utama atas kerjasama perencanaan strategi guna mencapai tujuan, melalui kerjasama.

Melihat model-model gaya dari Manajemen Konflik diatas, tampak bahwa sesungguhnya pula konflik dapat digunankan dalam mengarahkan pada tercitanya suatu tujuan, asalkan terhadap konflik ini dilakukan manajemen konflik yang tepat dengan situasi dan kondisinya.
• Jika kelompok “dalam” menganggap kelompok “luar” bertentangan kepentingannya dan keterlaluan, maka para anggota kelompok dapat memilih cara berkelahi untuk mendapatkan penyelesaian yang menguntungkan mereka.

• Jika kelompok luar dianggap menghendaki perdamaian, tetapi masih bersikap keterlaluan, akan diusahakan cara untuk kompromi. Kedua kelompok kemudian akan membagi keuntungan, tetapi tidak diperolehpenyelesaian untuk konflik itu.

• Sebaliknya, jika kelompok luar dianggap suka berkelahi, tetapi tidak keterlaluan, mungkin akan diusahakan suatu arbitrasi oleh pihak ketiga untuk menaksir keadaan secara objektif. Perselisihan tidak terselesaikan, namun ditunda untuk beberapa waktu.

• Penyelesaian yang paling memuaskan hanya daapt timbul jika kedua kelompok itu menghadapi masalahnya melalui perundingan.


4.Penyelesaian Konflik

Setelah mengetahui penyebab terjadinya konflik, kini bisa dimulai untuk mencoba berbagai alternatif teoretis untuk menyelesaikan konflik yang tejadi. Secara umum, untuk menyelesaikan konflik dikenal beberapa istilah, yakni (1) pencegahan konflik; pola ini bertujuan untuk mencegah timbulnya kekerasan dalam konflik, (2) penyelesaian konflik; bertujuan untuk mengakhiri kekerasan melalui persetujuan perdamaian, (3) pengelolaan konflik; bertujuan membatasi atau menghindari kekerasan melalui atau mendorong perubahan pihak-pihak yang terlibat agar berperilaku positif; (4) resolusi konflik; bertujuan menangani sebab-sebab konflik, dan berusaha membangun hubungan baru yang relatif dapat bertahan lama di antara kelompok-kelompok yang bermusuhan, (5) transformasi konflik; yakni mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas, dengan mengalihkan kekuatan negatif dari sumber perbedaan kepada kekuatan positif.
Selain memahami istilah-istilah penyelesaian konflik tersebut, adalah juga penting untuk memahami; (1) tahapan konflik; (2) tahap penyelesaian konflik; dan (3) tiga asumsi penyelesaian konflik.12 Tahapan-tahapan konflik tersebut antara lain potensi oposisi atau keadaan pendorong, kognisi dan personalisasi, penyelesaian-penanganan konflik, perilaku konflik yang jelas, dan hasil. Untuk tahapan penyelesaian konflik adalah pengumpulan data, verifikasi, mendengar kedua belah pihah yang berkonflik, menciptakan kesan pentingnya kerjasama, negosiasi, dan menciptakan kerukunan.13 Sementara itu, asumsi-asumsi dalam penyelesaian konflik adalah (1) Kalah-Kalah; setiap orang yang terlibat dalam konflik akan kehilangan tuntutannya jika konflik terus berlanjut, (2) Kalah–Menang; salah satu pihak pasti ada yang kalah, dan ada yang menang dari penyelesaian konflik yang terjadi. Jika yang kalah tidak bisa menerima sepenuhnya, maka ada indikasi munculnya konflik baru; (3) Menang-Menang: dua pihak yang berkonflik sama-sama menang. Ini bisa terjadi jika dua pihak kehilangan sedikit dari tuntutannya, namun hasil akhir bisa memuaskan keduanya. Istilah ini lebih popular dengan nama win-win solution di mana kedua belah pihak merasa menang dan tidak ada yang merasa dirugika
Perundingan sebagai cara menyelesaikan konflik merupakan gaya yang paling dewasa. Perundingan hanya mungkin dilakukan jika kelompok luar dianggap menghendaki perdamaian dan dapat diajak bicara. Perundingan memerlukan interaksi dan dialog terus-menerus antarkelompok untuk menemukan suatu penyelesaian maksimal yang menguntungkan kedua belah pihak. Melalui perundingan, kepentingan bersama dipenuhi dan ditentukan penyelesaian yang paling memuaskan. Gaya perundingan untuk memanajemeni konflik dapat digambarkan dalam beberapa langkah. Langkah-langkah tersebut diuraikan berikut ini secara berurutan, tetapi urutannya tidak perlu diikuti secara tepat.

1. Pencairan

Dua kelompok yang sedang berkonflik mungkin “beku” dalam suatu hubungan yang stereotipe. Kecuali jika harga-harga dan pola-pola dalam hubungan ini dicairkan, tidaklah mungkin diadakan suatu aksi menuju perundingan. Untuk menjadikan suasana lebih lunak, para anggota kelompok dapat membangkitkan citra yang mereka punyai tentang para anggota kelompok sendiri dan para anggota kelompok lainnya. Perundingan yang terjadi dapat memberikan peluang bagi para anggota kedua kelompok itu untuk mengungkapkan banyak hal yang kalau tidak demikian tidak mungkin mereka katakan. Atau, para anggota dari kedua kelompok dapat dicampur untuk membicarakan beberapa masalah. Dengan cara demikian, orang-orang akan menambah pengertian mereka tentang perspektif masing-masing.

2. Keterbukaan

Para anggota kelompok mungkin tertutup satu sama lain dan mungkin memerlukan pengembangan norma-norma untuk mengemukakan segi pandangan yang berbeda atau berbagai alternatif, tanpa takut akan akibatnya. Keterbukaan biasanya paling sulit, jika konflik itu melibatkan soal-soal kritis dan suasananya emosional. Namun keterbukaan bahkan lebih penting lagi pada waktu-waktu itu.

3. Belajar Empati

Para anggota kelompok mungkin hanya melihat segi pandangan mereka sendiri, tetapi dapat memperoleh empati orang lain dengan mengetahui keprihatinan utama mereka, kecemasan mereka, atau tujuan mereka. Saling pengertian dan pemahaman seperti itu dapat membantu orang-orang untuk memperoleh pengertian baru tenatng diri mereka sendiri dan tenatng orang lain.

4. Mencari Tema Bersama

Kelompok-kelompok yang terlibat dalam konflik dapat dibantu mencapai tujuan-tujuan bersama atau bidang-bidang lain yang saling isi dengan membuat daftar harapan, kecemasan, persepsi, tujuan mereka, dan sebagainya.

5. Menghasilkan Alternatif

Setelah kelompok-kelompok itu menyadari perpektif yang satu dengan yang lain, mereka dapat menghasilkan beberapa alternatif untuk menyelesaikan beberapa dari persoalan mereka. Jika kedua kelompok ikut serta menyusun berbagai alternatif, mungkin akan merasa sama-sama bertanggung jawab untuk menemukan suatu penyelesaian.

6. Menanggapi Berbagai Alternatif

Setelah beberapa alternatif disusun, para anggota kedua kelompok hendaknya mempelajarinya dan memberikan tanggapan mereka. Harus diadakan segala usaha untuk melihat persoalan secara positif, cara yang mengarah pada penyelesaian persoalan. Hendaknya dihindari penolakan mentah-mentah dari alternatif itu, tetapi semuanya hendaknya dibicarakan oleh seluruh kelompok demi kejelasan dan pemikiran bersama.

7. Mencari Penyelesaian

Sejumlah alternatif daapt dijelajahi secara mendalam oleh kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari beberapa anggota dari kedua kelompok besar. Kelompok-kelompok kecil itu daapt mencaapi konsensus atas suatu penyelesaian, lalu melapor kepada kelompok yang lebih besar. Karena banyak segi

Jumat, 27 Februari 2009

Jagalah CiNTAku

Q slalu setia utkmu...
q bhgia kau d smpgku
d sisiku
utk mnmaniku..........,
tapi,ku skt jk kau mnjauh dariku
mninggalkanku...,
menjauhiku....

Kamis, 19 Februari 2009

Cinta Sejati Langit dan Laut

Dahulukala, langit dan laut saling jatuh cinta. Mereka saling menyukai antara satu sama lain. Oleh sebab sangat sukanya laut kepada langit, warna laut sama dengan warna langit. Oleh sebab sangat sukanya langit kepada laut, warna langit sama dengan warna laut.

Setiap senja datang, si laut dengan lembut sekali membisikkan kata-kata ‘aku cinta padamu’ ke telinga langit. Setiap kali si langit mendengar penuh cinta laut, langit tidak menjawab apa-apa, hanya tersipu-sipu malu, wajahnya kemerah-merahan. Suatu hari,datang awan..

Begitu melihat kecantikan si langit, awan seketika itu juga jatuh hati terhadap langit. Tentu sahaja langit hanya mencintai laut, setiap hari hanya melihat laut sahaja. Awan sedih, namun tidak berputus asa, mencari cara dan akhirnya mendapat akal. Awan mengembangkan dirinya sebesar mungkin dan menyusup ketengah-tengah langit dan laut, menghalang pandangan langit dan laut terhadap satu sama lain.

Laut berasa marah kerana tidak dapat melihat langit, sehingga dengan gelombangnya laut berusaha mengusir awan yang mengganggu pandangannya. Tetapi, tentu sahaja tidak berhasil. Lalu datanglah angin yang sejak dulu mengetahui hubungan laut dan langit. Angin rasa harus membantu mereka menyingkirkan awan yang mengganggu.

Dengan tiupan yang keras dan kuat, angin meniup awan. Awan terpecah-pecah menjadi banyak bahagian, sehingga tidak berupaya lagi melihat langit dengan jelas, tidak berupaya lagi mengungkapkan perasaan terhadap langit. Kerana berasa tersiksa dengan perasaan cintanya mengunung tinggi terhadap langit, awan menangis sedih.

Hinggalah sekarang, kasih antara langit dan laut tidak terpisah. Kita juga boleh melihat di mana mereka menjalin kasih. Setiap kali memandang ke hujung laut, di mana ada satu garis di antara laut dan langit, di situlah mereka berpacaran.


XII IPS B 2008-2009